KELESTARIAN VS PERDAGANGAN ERA DIBERLAKUKAN PERMENDAG NO 15 TAHUN 2020
KELESTARIAN VS PERDAGANGAN
Dengan terbitnya
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Ekspor
Produk Kehutanan, tertanggal 18 Februari 2020 dan di undangkan pada tanggal 27
Februari 2020, mengagetkan berbagai kalangan salah satunya kami penyuluh
kehutanan yang notabene ada garda terdepan dalam mensosialisasikan dan
pendampingan kegiatan SVLK baik kepada perusahaan ataupun kepada kelompok yang
bergerak dalam dunia kehutanan (KTH, KTHR, LMDH dll).
Masih hangat ingatan kita
bagaimana pemerintah tahun 2018 mencanangkan kegiatan pendampingan
kegiatan SVLK baik pada kelompok ataupun pengusaha. Pemerintah menggelontorkan
dana yang tidak sedikit dalam rangka mendukung kegiatan legalitas kayu.
Pemerintah pada waktu itu berkeinginan pembalakan liar atau asal usul kayu atau
hasil hutan yang tidak jelas dapat dihilangkan. Sehingga alam akan lebih
lestari karena proses penebangan dapat terkontrol. Para pedagang kayu tidak
sembarangan dalam membeli kayu karena pihak konsumen menginginkan kayu harus
memiliki dokumen yang sah baik dari asal usulnya maupun dari segi keabsaan
dokumennya.
Kerusakan hutan tropis
telah dicium oleh dunia internasional sejak tahun 1980 salah satunya adalah gerakan
internasional intens menyuarakan penyelamatan hutan tropis, termasuk ide untuk
memboikot produk-produk kayu dari hutan tropis. Dan hal ini ditindak lanjuti di
tahun 1993, kelompok kerja pada Ekolabel Indonesia memprakarsai pengembangan
sertifikasi kayu yang berkelanjutan pertama di Indonesia, dipimpin oleh Profesor
Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan. Dan akhirnya Lembaga Ekolabel Indonesia
(LEI) atau Indonesia Ecolabel Institute, didirikan pada tahun 1998.
SVLK dirintis sejak 2003. Uni Eropa tertarik
dengan gagasan pionir Indonesia ini dan melalui proses negosiasi,
penandatanganan dan ratifikasi pada periode Tahun 2007-2014. Uni Eropa akhirnya
menerima lisensi SVLK sebagai suatu standar yang disetarakan dan diakui dengan
lisensi EU Timber Regulation.
SVLK bukan merupakan hasil kebijakan “diskriminatif” Uni Eropa tetapi inisiasi
Indonesia yang diakui Uni Eropa secara hukum. https://www.forestdigest.com/detail/508/svlk-dihapus-demi-apa
SVLK merupakan suatu
sistem yang ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia untuk
mencegah atau menghentikan pembalakan liar (illegal logging). Jadi SVLK adalah
alat dan mekanisme untuk menilai atas keabsahan kayu yang diperdagangkan atau
dipindahtangankan berdasarkan pemenuhan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Penilaian keabsahan kayu itu dilakukan dari lokasi penebangan, pengangkutan
sampai perdagangan.
Bagi penyuluh dengan dicabutnya Permen perdagangan Nomor 84/M-DAG/PER/12/2016, tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, yang mengatur tentang VLK dan diganti dengan Permen Perdagangan No. 5 Tahun 2020 yang intinya menghapus SLVK, tentunya akan mempersulit tugas penyuluh kehutanan dalam menjaga kelestarian hutan. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa pedagang kayu mau mengurus SVLK dilandasi karena tuntutan pasar bukan semata-mata memikirkan asal usul kayu. Dan bagi kelompok KTH yang telah mengurus SVLK yang notabenenya juga mengharap nilai lebih dari harga kayunya akan gigit jari dan ujung-ujungnya akan menyalahkan penyuluh karena dianggap membohongi mereka.
Akhir kata Penyuluh Kehutanan adalah petugas yang dibebani
tugas melaksanakan apa yang menjadi keputusan pemerintah, tapi keputusan yang
selalu berubah ubah tidak wujud penyempurnaan akan menjadi bumerang bagi kita
semua... wassalam.....
Sumber :
Permendag no 15 Tahun 2020 : https://peraturan.bcperak.net/,Sumber :
Permendag no 84 Tahun 2016 : http://silk.dephut.go.id/app/Upload/hukum/20170410/a4f29df53205000af3ebcc597096769b.pdf
0 Response to "KELESTARIAN VS PERDAGANGAN ERA DIBERLAKUKAN PERMENDAG NO 15 TAHUN 2020"
Post a Comment