Pemanfaatan HHBK Demi Kelestarian Hutan
Latar Belakang
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya (kecuali kayu) yang berasal dari hutan.
Melihat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pemanfaatan hasil hutan berupa kayu jika dibiarkan akan menjadi permasalahan tersendiri di kemudian hari jika tidak segera dikendalikan dengan bijak. Salah satu jalan yang dirasa baik karena juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi yaitu para pelaku langsung diarahkan untuk lebih meningkatkan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang saat ini jenis dan potensinya sangat berlimpah.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, alhamdulilah HHBK telah menarik minat masyarakat, baik pada level nasional maupun dunia internasional secara signifikan, karena HHBK bisa membantu masyarakat meningkatkan mata pencarian; berkontribusi terhadap ketahanan pangan rumah tangga masyarakat perdesaan; menciptakan lapangan kerja tambahan dan pendapatan; membuka kesempatan bagi industri pengolahan; memberikan kontribusi terhadap pendapatan devisa; dan mendukung terciptanya konservasi keanekaragaman hayati serta aspek lingkungan lainnya.
Pengembangan HHBK mempunyai prospek yang sangat baik dan strategis, hal ini disebabkan karena beberapa faktor, antara lain adalah:
Aspek ekonomi: meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan, peningkatan nilai tambah dan pendapatan devisa negara, dan pemerataan pembangunan daerah;
Aspek sosial kemasyarakatan: memperluas lapangan kerja, memberikan kontribusi terhadap keamanan pangan;
Aspek lingkungan: memberikan kontribusi terhadap konservasi dan keanekaragaman hayati, secara ekologi tidak merusak hutan sehingga HHBK memberikan dasar bagi pengelolaan hutan lestari dan memberikan nilai tambah pada hutan tropis, baik pada tingkat lokal maupun nasional.
Selain faktor-faktor tersebut di atas, kebutuhan HHBK semakin hari akan semakin meningkat seiring dengan naiknya kebutuhan produk-produk HHBK dan turunannya, baik untuk keperluan rumah tangga (mebel,
Dengan pengertian hasil hutan, (Wahyudi, 2013) mengelompokkan HHBK menjadi empat kelompok sebagai berikut:
Hasil nabati beserta turunannya, misalnya, bambu, rotan, nipah, jamur, tanaman obat, getah-getahan, minyak atsiri, dan lain-lain serta bagian dari tumbuhan atau yang dihasilkan oleh tumbuhan di dalam hutan.
Hasil hewani beserta turunannya, misalnya satwa liar dan hasil penangkarannya, satwa buru, dan lain-lain serta bagian-bagian dari hewan atau yang dihasilkan dari hewan sarang burung walet,
Benda-benda non-hayati yang secara ekologis merupakan satu kesatuan ekosistem dengan benda-benda hayati penyusun hutan, antara lain berupa sumber air, udara bersih, dan lain-lain yang tidak termasuk benda-benda tambang.
Jasa yang diperoleh dari hutan, antara lain berupa jasa wisata, jasa keindahan dan keunikan, jasa perburuan dan lain-lain.
Prospek Pengembangan
Masyarakat di negara-negara yang memiliki hutan tropis, terutama masyarakat di sekitar hutan, termasuk Indonesia, sebagian besar masih menggantungkan kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan kawasan hutan di sekitarnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hampir sebagian besar kebutuhan hidup penduduk di sekitar hutan seperti misalnya untuk pangan, rumah, dan bahkan kebutuhan obat-obatan dapat mereka peroleh dari hutan di sekitarnya. Pada saat ini pemanfaatan HHBK oleh masyarakat hanya sekedar untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-hari, misalnya sebagai sumber pangan (Porang, Gula Aren, Kolang kaling dll), farmasi (Empon-empon, Getah Pinus, Kayu Manis dll)
Secara umum HHBK dibagi menjadi dua komponen, yaitu komponen subsisten dan komponen komersial. Komponen subsisten biasanya dikelola dalam skala kecil terutama untuk keperluan rumah tangga masyarakat sekitar hutan, misalnya untuk keperluan pangan (buah, daging hewan, sayur, jamur, dan lain-lain), sedangkan HHBK yang komersial dikelola dalam skala besar untuk tujuan bisnis, misalnya bambu, rotan, tanaman obat, minyak atsiri, dan lain-lain.
Pemanfaatan HHBK yang dikelola oleh masyarakat (komponen subsisten) secara umum masih bersifat tradisional dan belum memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan serta belum memberikan dampak terhadap aspek konservasi. Hal ini disebabkan karena ada beberapa kendala dalam pengelolaan dan pemanfaatan HHBK seperti berikut ini:
Belum tersedianya data potensi dan distribusi yang akurat mengenai potensi HHBK yang ada di seluruh wilayah Indonesia;
Kualitas produk yang masih rendah karena rendahnya tingkat penguasaan teknologi pengolahan terhadap hampir semua jenis HHBK;
Lemahnya kapasitas masyarakat dalam menembus rantai pemasaran yang cukup panjang.
Masalah-masalah yang disebutkan di atas tentu tidak berlaku untuk beberapa jenis HHBK yang sudah dikelola secara komersial oleh perusahaan, misalnya industri rotan, gondorukem dan terpentin, minyak atsiri, porang, minyak lemak, dan lain-lain.
Mengingat sebagian besar jenis-jenis HHBK masih dikelola secara tradisional, perlu diusahakan pengelolaan dan pemanfaatan jenis-jenis HHBK tersebut diarahkan untuk ditingkatkan pengelolaannya menjadi lebih profesional dan komersial agar memperoleh nilai ekonomis yang lebih signifikan.
Di masa depan pengelolaan dan pemanfaatan HHBK akan berperan lebih penting dibandingkan dengan produk-produk kayu, baik dari sisi ekonomi, lingkungan, sosial maupun budaya.
0 Response to "Pemanfaatan HHBK Demi Kelestarian Hutan"
Post a Comment